banyuwangi kab,
Pakar marketing Yuswohady mendorong Banyuwangi mulai menyiapkan infrastruktur untuk pembangunan layanan Tourism 4.0 sebagaimana yang telah di terapkan di Spanyol, Perancis dan Italia. Dia mengatakan Banyuwangi telah menunjukan berbagai inovasi, terutama dalam upaya mendatangkan wisatawan.
Meski sekarang sedang ada penurunan jumlah wisatawan, kata Yuswohady, hal itu disebabkan melonjaknya harga tiket pesawat yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan secara nasional. Meskipun inovasi pariwisatanya dianggap berhasil, Banyuwangi harus membuat inovasi baru lagi, terutama yang millenial friendly.
"Banyuwangi itu kan hebat sekarang, 5 tahunan kalau inovasinya tidak lanjut takutnya akan melambat terus. Ini melambat karena faktor airlines kan, tapi secara konten masih bagus," kata Yuswohady setelah mengisi seminar di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Senin 29 April 2019.
Dia mencontohkan konten penarik wisatawan seperti Festival Agro Expo yang digelar minggu terakhir April 2019 dan selalu banjir pengunjung, dinilainya sangat bagus. Apalagi kali ini digelar di dataran tinggi Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, yang juga menjadi bagian wilayah produsen durian di Banyuwangi.
Namun tidak hanya konten, wisatawan kini perlu penghantar dari perangkat digital yang bisa mereka akses. Misalnya maps dengan itenari yang lengkap akan informasi kuliner, destinasi, tempat tinggal sementara, hingga artificial intellegen (AI - kecerdasan buatan), internet of things (IoT) dan augmented reality (AR - penyatuan tampilan digital dan realitas).
"Tapi yang kita hadapi generasi milenial, tidak hanya pada konten, tapi juga di sisi digitalnya. Tapi bagaimana digital itu bisa menganerage destinasi yang ada," ujar Yuswohady.
Infrastruktur digital yang harus disiapkan Banyuwangi untuk mendukung smart destination. Menyesuaikan pada kondisi milenial yang tidak punya banyak duit, velue oriented atau sangat mengutamakana nilai, juga mengutamakan kecepatan dan convenien.
Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1981 sampai 1997, atau hingga tahun 2000 versi Yuswohady. Mereka dinilai akan menjadi konsumen besar berbagai produk, layanan dan industri, yang memiliki karakter sangat berbeda dari generasi-generasi sebelumnya.
Perilaku generasi milenial, kata dia, dalam mencari destinasi berbeda, mereka lebih self service, tidak mengandalkan agen wisata, mencari referensi dan review sendiri dari gawai masing-masing. Bahkan mereka tidak terikat pada brand, misalnya brand hotel, dan lebih melihat review dari pengunjung yang pernah mengindap di masing-masing hotel.
"Mereka membuka aplikasi Traveloka, menyesuaikan pencarian dengan budget yang dimiliki karena mereka tidak memiliki banyak uang. Lalu melihat rating dan review baru memutuskan menginap di hotel mana, tidak memandang brand hotelnya," paparnya.
Tahun 2017 generasi milenial telah berusia 17 hingga 37 tahun. Tahun itu pula Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, milenial berjumlah lebih dari 42 juta jiwa, belum termasuk yang berusia 17, 18, 19, 35, 36, dan 37 tahun. Jumlah itu setara 33 persen dari jumlah angkatan kerja 128 juta jiwa di Indonesia.
Meski milenial bukan generasi yang memegang banyak uang, namun 5 hingga 10 tahun kemudian, kata Yuswohady, mereka akan menempati jabatan-jabatan bergaji tinggi yang ditinggalkan generasi sebelumnya. Jumlahnya yang sangat besar juga membuat generasi ini tidak bisa diremehkan, dimana tahun 2025 nanti 75 persen angkatan kerja di bumi adalah generasi milenial.
"Angkatan kerja ini kan yang mampu beli, mereka pasar," pungkas Yuswohady.
Reporter : Ahmad Suudi
Yuswohady Dorong Banyuwangi Siapkan Infrastruktur Tourism 4.0
Pakar marketing Yuswohady mendorong Banyuwangi mulai menyiapkan infrastruktur untuk pembangunan layanan Tourism 4.0 sebagaimana yang telah di terapkan di Spanyol, Perancis dan Italia. Dia mengatakan Banyuwangi telah menunjukan berbagai inovasi, terutama dalam upaya mendatangkan wisatawan.
Meski sekarang sedang ada penurunan jumlah wisatawan, kata Yuswohady, hal itu disebabkan melonjaknya harga tiket pesawat yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan secara nasional. Meskipun inovasi pariwisatanya dianggap berhasil, Banyuwangi harus membuat inovasi baru lagi, terutama yang millenial friendly.
"Banyuwangi itu kan hebat sekarang, 5 tahunan kalau inovasinya tidak lanjut takutnya akan melambat terus. Ini melambat karena faktor airlines kan, tapi secara konten masih bagus," kata Yuswohady setelah mengisi seminar di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Senin 29 April 2019.
Dia mencontohkan konten penarik wisatawan seperti Festival Agro Expo yang digelar minggu terakhir April 2019 dan selalu banjir pengunjung, dinilainya sangat bagus. Apalagi kali ini digelar di dataran tinggi Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, yang juga menjadi bagian wilayah produsen durian di Banyuwangi.
Namun tidak hanya konten, wisatawan kini perlu penghantar dari perangkat digital yang bisa mereka akses. Misalnya maps dengan itenari yang lengkap akan informasi kuliner, destinasi, tempat tinggal sementara, hingga artificial intellegen (AI - kecerdasan buatan), internet of things (IoT) dan augmented reality (AR - penyatuan tampilan digital dan realitas).
"Tapi yang kita hadapi generasi milenial, tidak hanya pada konten, tapi juga di sisi digitalnya. Tapi bagaimana digital itu bisa menganerage destinasi yang ada," ujar Yuswohady.
Infrastruktur digital yang harus disiapkan Banyuwangi untuk mendukung smart destination. Menyesuaikan pada kondisi milenial yang tidak punya banyak duit, velue oriented atau sangat mengutamakana nilai, juga mengutamakan kecepatan dan convenien.
Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1981 sampai 1997, atau hingga tahun 2000 versi Yuswohady. Mereka dinilai akan menjadi konsumen besar berbagai produk, layanan dan industri, yang memiliki karakter sangat berbeda dari generasi-generasi sebelumnya.
Yuswohady penulis buku Millennials Kill Everything mengatakan Banyuwangi harus menjemput era berikutnya dengan mengembangkan konsep Tourism 4.0. Foto Ahmad Suudi |
Perilaku generasi milenial, kata dia, dalam mencari destinasi berbeda, mereka lebih self service, tidak mengandalkan agen wisata, mencari referensi dan review sendiri dari gawai masing-masing. Bahkan mereka tidak terikat pada brand, misalnya brand hotel, dan lebih melihat review dari pengunjung yang pernah mengindap di masing-masing hotel.
"Mereka membuka aplikasi Traveloka, menyesuaikan pencarian dengan budget yang dimiliki karena mereka tidak memiliki banyak uang. Lalu melihat rating dan review baru memutuskan menginap di hotel mana, tidak memandang brand hotelnya," paparnya.
Tahun 2017 generasi milenial telah berusia 17 hingga 37 tahun. Tahun itu pula Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, milenial berjumlah lebih dari 42 juta jiwa, belum termasuk yang berusia 17, 18, 19, 35, 36, dan 37 tahun. Jumlah itu setara 33 persen dari jumlah angkatan kerja 128 juta jiwa di Indonesia.
Meski milenial bukan generasi yang memegang banyak uang, namun 5 hingga 10 tahun kemudian, kata Yuswohady, mereka akan menempati jabatan-jabatan bergaji tinggi yang ditinggalkan generasi sebelumnya. Jumlahnya yang sangat besar juga membuat generasi ini tidak bisa diremehkan, dimana tahun 2025 nanti 75 persen angkatan kerja di bumi adalah generasi milenial.
"Angkatan kerja ini kan yang mampu beli, mereka pasar," pungkas Yuswohady.
Reporter : Ahmad Suudi
0 komentar:
Setelah membaca artikel di atas, pasti ada komentar yang ingin kamu sampaikan. Silahkan post komentar kamu. Saya tunggu..